Jumat, 18 Februari 2011

PEGAS SEDERHANA


MEMBUAT NERACA PEGAS SEDERHANA




1.      PENDAHULUAN

Di dalam fisika, kita akan banyak berhubungan dengan besaran. Besaran adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai yang dapat dinyatakan dengan angka-angka. Untuk mencapai suati tujuan tertentu, di dalam fisika, kita biasanya melakukan pengamatan yang disertai dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum tidaklah lengkap apabila tidak di sertai data kuantitatif yang didapat dari hasil pengukuran.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan pengukuran. Salah satunya yaitu mengukur massa, dengan mempergunakan neraca pegas. Untuk mengetahui sistem kerja neraca pegas, maka kami terdorong untuk mencoba membuat sebuah ” neraca pegas sederhana ”.                                                                                 

2.      LANDASAN TEORI

Neraca pegas biasa disebut dinamometer adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Namun sebenarnya neraca pegas ini adalah alat ukur gaya.

Neraca pegas menggunakan prinsip kesetimbnagn gaya elastis pegas yang dinyatakan oleh persamaan :
                                             F = -k . Dx

Dimana k menyatakan konstanta pegas dan Dx menyatakan pertambahan panjang pegas. Neraca pegas pada umumnya menggunakan satuan Newton, namun ada juga yang menggunakan dua satuan sekaligus yaitu Newton dan Kg, sehingga alat ini dapat juga digunakan untuk mengukur massa suatu benda. (satuan massa Kg)

3.      PEMBAHASAN

a.      alat dan bahan
1.      kayu sebagai tiang dan perlengkapannya
2.      pegas
3.      gantungan
4.      anak timbangan
5.      kertas HVS
b.      langkah kerja
1.      menyiapkan alat dan bahan
2.      membuat tiang tempat untuk menggantung pegas dan tiang tempat menempel skala.
3.      menggantung pegas pada tiang serta menempel kertas skala pada tiang yang lain.
4.      pada keadaan pegas tanpa beban, tandai skala nol gram pada garis mendatar  kertas grafik yang berimpit dengan ujung pegas.
5.      menggantung anak timbangan 100 gram pada ujung pegas. Kemudian menandai skala 100 gram  pada garis mendatar kertas grafis, yang berimpit dengan ujung pegas.
6.      menghitung jarak dari angka nol sampai pada skala 100 gram.
7.      menuliskan skala-skala untuk kelipatan 100 gram, 200 gram sampai 1000 gram dengan menggunakan jarak yang diperoleh pada langkah no.6.


4.      KESIMPULAN

Untuk membuat neraca pegas sederhana tidak terlalu rumit, hanya membutuhkan sebuah pegas dan anak timbangan. Karena prinsip kerja neraca terletak pada pegas yang elastis serta anak timbangan yang digunakan untuk menentukan skala.

Kamis, 10 Februari 2011

FISIKA FUN


PERANAN PENERAPAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) FISIKA CERIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

A.  Tinjauan Tentang Lembar Kerja Siswa (LKS)
1.    Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisikan pedoman bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar pada pokok kajian tertentu. Sedangkan menurut Purwo Sutanto, (2003 : 24) LKS merupakan materi ajar yang dikemas sedemikian rupa agar siswa dapat mempelajari materi tersebut secara sendiri. Pendapat lain mengatakan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah (Trianto, 2007 : 73).
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran-lembaran yang berupa panduan siswa untuk memecahkan masalah yang dipelajari secara sendiri pada materi tertentu.
Lembar Kerja Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya membentuk kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Lembar Kerja Siswa (LKS ) digunakan sebagai media pembelajaran untuk menarik minat dan motivasi siswa untuk mempelajari suatu materi sehingga lebih mudah dipahami.


2.      Manfaat dan Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Menurut Trianto (2007 : 73-74) ada beberapa manfaat dan tujuan dari Lembar Kerja Siswa (LKS) antara lain: (a) mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar; (b) membantu siswa dalam mengembangkan konsep; (c) melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar; (d) membantu guru dalam menyusun pembelajaran; (e) sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran; (f) membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran; (g) membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
B.        Desain Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai media pembelajaran yang menyenangkan
Ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat mendesain LKS yaitu, tingkat kemampuan membaca dan pengetahuan siswa. LKS didesain untuk dimanfaatkan siswa secara sendiri, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga yang diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS adalah siswa. Jika desain LKS yang dikembangkan terlalu rumit bagi siswa, maka siswa akan kesulitan dalam memahami LKS untuk itu seorang guru harus sekreatif mungkin mendesain LKS agar menjadi media pembelajaran yang menyenangkan. LKS sebagai media pembelajaran harus bisa memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran yang asyik dan menyenangkan dapat tercapai.  
Berikut ini beberapa batasan yang biasa dipakai untuk menentukan desain LKS adalah sebagai berikut :
1)      Ukuran. Gunakan ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan instruksional yang telah ditetapkan;
2)      Kepadatan halaman. Usahakan agar halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat akan mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian. Di samping itu, pengorganisasian halaman juga perlu diperhatikan. Jika siswa sulit menentukan mana judul dan mana subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, hal ini akan menimbulkan kesulitan siswa untuk memahami  materi secara kaseluruhan. Hal ini biasa ditanggulangi dengan memanfaatkan penggunaan huruf besar atau penomoran. Sebaiknya pemilihan penomoran ini harus konsisten;
3)      Kejelasan. Pastikan bahwa materi dan instruksi yang diberikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca siswa. Sesempurnah apa pun materi yang kita persiapkan tetapi jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberikan hasil yang optimal.

C.        Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Fisika Ceria
Cara pembelajaran dengan metode konvensional saat ini sudah tidak lazim lagi digunakan karena hanya melibatkan guru sebagai trend senter, guru hanya mentrasfer pengetahuan kepada siswanya sehingga pembelajaran menjadi monoton dan membosankan bagi siswa. Namun kini dengan sistem pembelajaran yang semakin beragam dan didukung dengan media-media pembelajaran yang memadai, kita dapat menggunakan metode pembelajaran yang bermacam-macam guna membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa serta dapat lebih meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain metode pembelajaran yang menyenangkn didukung juga dengan media pembelajaran yang membuat siswa menjadi tertarik dan termotivasi untuk belajar seperti LKS yang biasa di gunakan sebagai media pembelajaran dibuat dalam bentuk yang beragam dan menarik. Beberapa LKS model fisika ceria :
a.       Teka-teki silang
Pembelajaran dengan metode teka-teki silang adalah suatu sistem pembelajaran yang coba membangun pemahaman siswa dari pengalamannya berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran dikemas menjadi proses mengkonstruksi dan bukan menerima pengetahuan (konstruktifisme teori). Pembelajaran diubah dari pola menghafal menjadi mulai mencari pemahaman-pemahaman. Siswa mencoba menemukan dan mencari sehingga terjadi perpindahan dari mengamati menjadi memahami. Menemukan jawaban dengan berfikir kritis mencari melalui keterampilan belajarnya (inquiry proses). Proses belajar berlangsung menyenangkan, serius tapi santai. Siswa menggunakan sumber-sumber yang tersedia dan secara aktif mencari serta menggunakannya.
b.    Acak kata
Pembelajaran dengan metode acak kata adalah pembelajaran yang mecoba membuat siswa berpikir untuk merangkai huruf-huruf yang sudah tersedia dalam beberapa kotak menjadi kata-kata jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang ada. Dengan model ini siswa tidak akan lupa dengan  materi-materi yang dipelajari karena model acak kata ini sudah di buat seceria dan seayik mungkin untuk diingat dan dipahami.
c.     Mencocokkan (make a mach)
Pembelajaran dengan model mencocokkan adalah pembelajaran yang membuat siswa berpikir dan memahami materi dengan mencocokkan kata pada kolom sebelah kiri dengan pertanyaan yang ada di kolom sebelah kanan, sehingga siswa dengan mudah memahami materi yang diajarkan, tanpa harus berpikir keras untuk menghapal materi yang dipelajari, cukup dengan santai tanpa harus membuat siswa merasa jenuh dan bosan.
d.    Teks berkait
Pembelajaran dengan menggunakan model teks berkait adalah pembelajaran yang membuat siswa berpikir untuk mengisi kotak-kotak yang berkait sesuai dengan teks pertanyaannya. Teks berkait ini dibuat sesimpel mungkin sehingga dalam menjawab dari teks tersebut siswa tidak merasa terbebani dan siswa bisa menjawab dengan santai tanpa harus berpikir keras untuk menjawab teks berkait tersebut.
D.        Tinjauan Tentang Model Fisika Ceria
Fisika merupakan mata pelajaran yang dianggap paling sulit dan membosankan bagi siswa. Banyak siswa yang alergi ketika mendengar mata pelejaran fisika, dan dibenak mereka fisiska itu selalu berkaitan dengan rumus-rumus yang membosankan dan memusingkan. Setiap siswa selalau membayangkan betapa sulitnya belajar fisika, dan betapa membosankan jika setiap mempelajari fisika hanya berjumpa dengan rumus yang banyak dan tidak dimengerti.
1.      Pengertian model pembelajaran fisika ceria
Menurut Paul Suparno, (2007: 86) Model pembelajaran fisika ceria  adalah pembelajaran dengan menunjukkan hal-hal aneh dalam hidup ini yang dapat menarik minat anak untuk mengerti prinsip fisika lebih dalam. Peristiwa ini ditunjukkan siswa sehingga menantang siswa berfikir, mencoba dan mencari keterangan. Dari situ siswa dapat menemukan prinsip dan hukum yang mereka anggap aneh sehingga dapat dimengerti karena mereka sudah menemukan rahasia dibalik keanehan fisika dan mempelajarinya lebih dalam untuk pengembangan ilmu pengetahuannya.
John Jewett (Paul Suparno, 2007: 86) mengungkapkan bahwa siswa dapat lebih tertarik belajar fisika lewat peristiwa yang aneh (misterius), megic, dan myth (mitis). Sering kali banyak kejadian yang dianggap aneh oleh siswa, tidak masuk akal dan mengandung rahasia. Bahkan banyak anggapan yang diyakini dalam masyarakat, yang menurut mereka benar tetapi setelah dikaji dengan konsep fisika, ternyata tidak benar. Contohnya pada lup, apabila dikenakan cahaya terus menerus maka benda yang dilihat dengan lup tersebut akan terbakar. Dari kejadian itu siswa berpikir keras mengapa bisa terjadi seperti itu. Pembelajaran fisika dengan menunjukkan hal-hal yang tidak bisa itu, membuat siswa tertarik dan antusias untuk berpikir dan memecahkan persoalan secara dalam.
2.   Langkah-langkah penerapan pembelajaran model fisika ceria (Fun)
Menurut Paul Suparno (2007:  88) adapun langkah-langkah pembelajaran model fisika ceria (Fun) yaitu : (a) guru memberikan salah satu peristiwa yang aneh serta dianggap tidak masuk akal sesuai dengan materi; (b) menentuan hipotesis terhadap peristiwa yang telah diajukan sebelum pelaksanaan eksperimen; (c) guru mencoba di depan siswa untuk mempraktekkan dengan latar belakang fisika; (d) siswa diminta untuk melakukan hal yang sama (bereksperimen) sesuai petunjuk yang ada pada LKS; (e) siswa melakukan observasi dan mencatat apa yang diamati; (f) menarik kesimpulan.
              Adapun beberapa keuntungan model ini, seperti : (a) siswa lebih tertarik dan senang; (b) siswa ditantang berfikir sehingga melatih mereka mengkonstruksi pikiran dan gagasan mereka; (c) fisika menjadi topik yang menarik dan anak mau belajar lebih dalam. Fisika tidak menjemukan siswa; (d) siswa lebih belajar konsep fisika, bukan hafalan. Dengan demikian, mereka dapat menggunakan konsep itu pada kejadian yang lain; (e) siswa semakin membuka rahasia alam yang tadinya dianggap aneh, menjadi tidak aneh lagi. Hal ini dapat mengurangi “keyakinan yang tidak benar” akan rahasia alam; (f) siswa tidak menjadi takut dengan peristiwa alam yang kelihatan aneh, mistis, maupun magic; (g) siswa menjadi lebih rasional terhadap gejala alam. Dengan demikian, diharapkan dapat semakin berani mendalami dan mengerti alam secara lebih dalam ; termasuk pengolahnya demi kehidupan manusia yang lebih baik.
Fisika ceria sering disebut juga fisika GASING (singkatan dari kata fisika gampang, asyik, dan menyenangkan) merupakan cara pembelajaran yang menggunakan logika dan matematika sederhana. Dengan menguasai konsep yang baik, para siswa dapat mengerjakan soal-soal tanpa menggunakan rumus yang baku dan tidak perlu menghapal rumus yang mereka anggap sulit. Jadi pada intinya, Fisika gasing membuat fisika menjadi mudah dan menyenangkan untuk semua kalangan, tidak terbatas untuk kalangan yang ber-IQ tinggi saja tapi untuk kalangan yang ber-IQ standar ataupun di bawah standar. Dengan kata lain fisika gasing menjembataninya semenguasai konsep yang baik hingga fisika yang dulunya merupakan suatu hal yang menyeramkan menjadi tidak menyeramkan dan menyenangkan yaitu dengan cara tidak memperlihatkan rumus-rumus. Untuk itu maka guru harus berupaya menimbulkan dan mempertahankan perhatian dan motivasi (dorongan) untuk melakukan kegiatan belajar.
Menurut Pupuh Faturroman dan M. Sobry Sutikno, (2007 : 19-20) motivasi sendiri ada dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik : (a) motivasi intrinsik, jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa adanya paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri; (b) motivasi ekstrinsik, jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Dari beberapa uraian di atas, nampak jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan.
   E.         Tinjauan Tentang Media Pembelajaran
1.      Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Atau dengan kata lain media adalah perantara adalah pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Pupuh Faturrahman dan Sobry Sutikno, 2007 : 65). Sedangkan menurut Gerlach n Ely (Azhar Arsyad, 2010 : 3) Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa media merupakan suatu alat yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan kepada orang lain yang mungkin dapat mempengaruhi orang lain.
Jadi, media pembelajaran adalah adalah sebagai penyampai pesan (the carrier of messages) dari beberapa sumber saluran ke penerima pesan (the receiver of messages) (Trianto,  2007 : 75).
2.    Fungsi media dalam Proses  Pembelajaran
Menurut Pupuh Faturrahman dan Sobry Sutikno (2007:67) ada sepuluh fungsi penggunaan media dalam proses pembelajaran, diantaranya : (a) menarik perhatian siswa; (b) membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran; (c) memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan); (d) mengatasi keterbatasan ruang; (e) pembelajaran lebih komunikatif dan produktif; (f) waktu pembelajaran bisa dikondisikan; (g) menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar; (h) meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu/menimbulkan gairah belajar; (i) melayani gaya belajar yang beraneka ragam, serta; (j) Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Bertolak dari uraian di atas, maka diharapkan  pemahaman guru terhadap media menjadi jelas, sehingga dapat memanfaatkan media secara tepat. Oleh karena itu, guru perlu menentukan media secara terencana, sistematik dan sistemik (sesuai sistem belajar menganjar).
F.         Tinjauan Tentang Fisika
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam yang menerangkan fenomena-fenomena  dan keajaiban alam serta berusaha memecahkan persoalan melalui pengalaman dan gambaran pikiran manusia, fisika juga berpotensi untuk memainkan peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia, karena  melalui pendidikan fisika diharapakan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan kritis pada peserta didik, sehingga fisika dapat dikatakan suatu ilmu yang lebih banyak pemahaman dari pada penghapalan (Alberts Einstein). Pendapat lain mengatakan  bahwa, fisika memegang peranan penting terutama dalam bidang teknologi yaitu sebagai dasar dari ilmu rekayasa dan teknologi (Giancoli, 1998 : 2)
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang lebih banyak memerlukan pemahaman dan mempelajari tentang fenomena dan kejadian alam.
G.      Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1.        Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan belajar. Antara kata “prestasi” dan “belajar”  mempunyai arti yang berbeda. Dimana prestasi pada dasarnya adalah hasil karya yang dicapai dari suatu aktifitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu ke arah yang lebih baik.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan (Syaiful Bahri, 1994 : 19). Dalam kenyataannya, untuk mendapat prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme diri sendiri yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan keuletan kerja.
Sedangkan menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar (Syaiful Bahri,  1994 : 21) prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati diperoleh dengan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok.
Sedangkan belajar adalah suatu proses aktifitas untuk mencapai ilmu pengetahuan, kecakapan, sikap dan lain-lain. Belajar meliputi berbagai cara dalam mengerjakan sesuatu dan bagaimana mengatasi rintangan-rintangan atau mempermudah cara menyesuaikan diri terhadap situasi baru (Mansyur, 1982 : 46). Pendapat lain mengatakan bahwa, belajar adalah sesuatu aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari (Syaiful Bahri, 1994 : 21).
Belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan tingkah laku dalam diri individu, baik berupa pengetahuan, keterampilan motorik, atau penguasan nilai-nilai (sikap). Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil.
Dari pengertian belajar sebagaimana dikemukakan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan tentang hakikat dari aktifitas belajar. Hakikat dari aktifitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan itu nantinya akan mempengaruhi pola fikir dalam berbuat dan bertindak. Dengan demikian, belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktifitas belajar yang dapat diukur secara langsung dengan tes dan penilaiannya dapat dinyatakan dengan angka atau simbol.
2.  Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Ditinjau dari segi siswa, ada beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktifitas belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 247-253) faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi aktifitas belajar adalah : (a) guru sebagai pembina belajar maksudnya, pembimbing siswa dalam  kegiatan pembelajaran; (b) prasarana dan sarana pembelajaran maksudnya, penunjang dalam kegiatan pembelajaran; (c) kebijakan penilaian maksudnya, memberikan penilaian kepada siswa berdasarkan kemampuan yang dimiliki; (d) lingkungan sosial di sekolah maksudnya, hubungan antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan hubungan antar siswa dengan lingkungannya; (e) kurikulum siswa di sekolah maksudnya, seperangkat alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
                  Sedangkan faktor intern yang dialami siswa adalah : (a) Sikap terhadap belajar maksudnya, prilaku siswa dalam belajar; (b) motivasi belajar maksudnya, dorongan atau kemauan siswa dalam kegiatan   pembelajaran; (c) konsentrasi belajar maksudnya, serius memperhatikan terhadap  materi yang disampaikan oleh guru; (d) kemampuan mengelolah bahan ajar maksudnya, respons siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru; (e) kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan maksudnya, dapat mengulang atau mengingat kembali materi yang telah diajarkan; (f) Intelegensi dan keberhasilan belajar maksudnya, tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa.
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, baik faktor dari dalam (faktor internal) maupun faktor dari luar (faktor eksternal). Adapun faktor-faktor tersebut adalah seperti yang diungkapkan Muhibbin dalam skripsi Adekayanti (2007 : 15), yaitu : (a) faktor intern, yaitu faktor yang berasal dalam diri individu yang belajar misalnya : minat, bakat, cara belajar, kemampuan awal dan sebagainya; (b) faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang belajar, misalnya : orang tua, guru, metode mengajar, alat peraga, dan sebagainya.

Peranan Bakat Numerik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika


A.     Bakat Numerik 
1.      Pengertian Bakat
Menurut istilanya ada dua kata yang menunjukkan arti bakat, yaitu “ability” dan “aptitude” atau talent. Menurut Conny Semiawan (http:siaksoft.net), bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan dan dilatih. Sedangkan menurut kamus psikologi, dalam Harun Iskandar, (2010:13) ability adalah (kemampuan, kecakapan ketangkasan bakat kesanggupan); tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan biasanya merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek.
S.C Utami Munandar (1999), (As’adi Muhammad, 2010:22) memberikan definisi bakat (aptitude) secara umum adalah sebagai kemampuan bawaan seseorang yang merupakan suatu potensi. Potensi ini masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Latihan-latihan disini bukan hanya sekedar latihan biasa dan sembarangan, tetapi merupakan kegiatan yang dapat mendukung terhadap perkembangan bakat seseorang. Sedangkan menurut Dr. Saparinah Sadi (Harun Iskandar, 2010:14) bakat (aptitude) adalah sebuah faktor bawaan yang berupa potensi, yang aktualisasinya membutuhkan interaksi dengan faktor-faktor dalam lingkungan. Lingkungan disini adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman-teman, maupun tetangga yang dikategorikan tempat anak bersosialisasi. Pada saat anak beriteraksi dengan lingkungannya, lingkungan akan “mencoba” untuk membentuk seorang anak sehingga nilai dasar yang dimiliki seseorang tidak lagi menjadi acuan dari perkembangan seorang anak.
Dari uraian diatas bakat merupakan potensi dalam anak yang harus distimulasi terlebih dahulu sehingga dapat terlihat sebagai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus yang menjadi bekal hidupnya kelak.
Menurut Harun Iskandar (2010:36-56) ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi tampilnya bakat seseorang:
 a.       Faktor Motivasi
Motivasi dibutuhkan dalam menghadapi tugas sebagai seorang pelajar. Motivasi berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam mengembankan bakat. Beberapa ahli telah menggali informasi yang terkait dengan motivasi, diantaranya adalah:
1)      Amir Daim Indrakusuma (1971): menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan atau tenaga yang dapat memberikan dorongan pada kegiatan yang dikehendaki dengan asas dan tujuan yang dimaksudkan.
2)      Wahgo Sumijo (1984): menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada seseorang untuk berprestasi dalam mencapai tujuan (Sri Habsari, 2005:74).
Dari dua definisi tentang motivasi di atas dapat dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik:
1)      Motivasi instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang datangnya dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Misalnya keinginan seorang anak mengetahu seluk beluk bermain gitar. Motivasi intrinsik umumnya adanya faktor bakan dan intelegensi dalam diri siswa. Seorang anak yang berbakat dibidang matematika akan mempunyai dorongan yang tinggi untuk mempelajari ilmu ini lebih dalam tanpa perlu dorongan dari orang lain. Meskipun dorongan ini berasal dari dalam diri anak tetapi setiap anak memiliki kualitas dorongan yang berbeda. Setiap anak dilahirkan dengan bakat dan itelegensi yang berbeda.
2)      Motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dariluar diri seseorang. Motivasi ekstrinsik adalah bentuk dorongan belajar untuk prestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat, pujian dan nasehat, orang tua, saudara, dan orang yang dicintai.
 Menurut seorang ahli jiwa dalam motivasi ada suatu hirarki, yaitu motivasi itu mempunyai tingkatan-tingkatan dari bawah sampai ke atas yakni:
1)      Kebutuhan fisologis, seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain sebagainya.
2)      Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa terlindungi, bebas dari takut dan kecemasan.
3)      Kebutuhan akan cinta dan kasih, rasa diterima dan dihargai dalam suatu kelompok (keluarga, sekolah, teman sebaya).
4)      Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi (Harun Iskandar, 2010: 38)
Bakat memerlukan motivasi yang kuat agar mampu menunjang terwujudnya pengembangan bakat tersebut. Bakat tidak akan terlihat dan berkembang secara wajar bila tidak ada usaha untuk mengembangkannya. Motivasilah yang menyulut untuk jadi besar atau menjadi kecil, peranan motivasi sangat penting. Dengan dorongan motivasi yang kuat akan kebutuhan tentang wujud diri sendiri, maka motivasi tingkat tinggi ini mampu menjadi pembangkit apa yang dicita-citakan. Motivasi untuk mengembangkan bakat ini  juga akan dipengaruhi oleh pandangan atau pengetahuan yang dimilikinya.
b.      Faktor Nilai
Faktor nilai ini turut menentukan dapat berkembagnya bakat atau tidak. Menilai bakat yang ada pada dirinya itu baik atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan disini bisa lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat.
Pandangan individu sangat menentukan bagi perkembangan dirinya. Pandangan tentang kesadaran akan diri individu menuju kearah mana bidang yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya sangat menentukan kesuksesan karirnya kelak.
c.       Faktor Minat
Minat atau perhatian (interest) merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi tampilnya bakat. Menurut C.P chaplains, minat atau perhatian (interest) memiliki arti:
1)      Satu sikap yang berlangsung terus-menerus yang memusatkan perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap obyek niatnya.
2)      Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan, atau obyek itu berharga atau berarti bagi individu.
3)      Satu keadaan motivasi, menuntut tingkahlaku menuju satu arah (sasaran) tertentu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa minat itu terjadi dari perhatian yang tidak hanya berlangsung sekali dari obyek yang dianggap menarik atau berharga bagi dirinya. Dengan kata lain, bahwa kecenderungan untuk menyelidiki dan manipulasi yang dilakukan oleh seseorang lama-lama akan timbullah minat. Dengan timbulnya minat maka seseorang akan berusaha terus menerus menggali, menyelidiki dan mendalaminya. Dengan upaya semacam itu, bukan tidak mungkin apa yang diminati juga menjadi bakatnya.
d.      Faktor Kepribadian
Keperibadian atau personality memiliki pengertian yang sangat kompleks, Adler memberi pengertian gaya hidup individu, atau cara yang karakteristik mereaksinya seseorang terhadap masalah-masalah hidup, termasuk tujuan-tujuan hidup.
Dari pengertian di atas kita melihat adanya perbedaan pengertian, namun ada unsur persamaannya. Diantarannya ialah, bahwa keperibadian atau personality itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. Menunjukkan tingkah laku yang menyatu dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya. Demikian juga unsur psiko-fisik, ini berarti bahwa faktor jasmai dan rohani dari individu tersebut bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Kepribadian yang dimiliki seseorang sifatnya khas, artinya individu memiliki ciri-ciri yang tidak sama dengan individu yang lain.
Banyak faktor yang mempengaruhi keperibadian. Diantaranya faktor biologis, faktor sosial, dan faktor kebudayaan. Keadaan fisik biologis seseorang tidak sama antara yang satu dengan orang yang lain. Keadaan fisik ini juga berpengaruh pada sifat, sikap serta tempramen seseorang, sehingga nampak ke khasan pada setiap individu.
Demikian juga dengan faktor sosial (masyaraka). Dalam masyarakat ada peraturan adat istiadat, bahasa maupun kepercayaan dan sebagainya. Dengan begitu individu tidak begitu saja terlepas dari hubungan tersebut. Bagi individu pengaruh dari masyarakat maupun keluarga akan turut mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Faktor kebudayaan turut pula memberi andil dalam mempengaruhi kepribadian. Misalnya kepribadian orang barat dengan orang-orang timur tentu tidak sama. Hal ini disebabkan oleh faktor kebudayaan yang berada dan berkembang di wilayah masing-masing. Dalam kebudayaan terdapat nilai-nilai yang dianut, tradisi, pengetahuan maupun ketrampilan yang turut menentukan cara-cara bertindak atau bertingkah laku. Karena kebudayaan merupakan hasil daya cipta, dan karya manusia maka dalam mengerjakan atau melestarikan kebudayaan diperlukan orang yang cakap dan terampil.
Untuk menjadikan seseorang yang cakap dan terampil dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya salah satunya  adalah mereka yang berbakat kecakapan menjadi cepat berkembang karena faktor bakat yang turut menunjang. Seperti uraian di atas, bahwa kepribadian pada setiap orang berbeda-beda, bergantung pada bagaimana pengaruh yang masuk pada individu. Kepribadian yang sudah dimiliki inilah yang turut menentukan muncul tidaknya bakat seseorang. 
2.      Pengertian Bakat Numerik (Matematika Logis)
Bakat numerik merupakan kecerdasan dalam menggunakan angka-angka dan penalaran (logika). Howard Gardner (Bunda Lucky, 2010:75). Kecerdasan ini meliputi di bidang sains, mengklasifikasikan dan mengategorikan informasi, berfikir dengan konsep abstrak untuk menemukan hubungan antara suatu hal dengan hal lainnya, dan memecahkan masalah secara logis terutama dalam bidang matematika (memanipulasi angka).
Individu yang memiliki kecerdasan logika-matematika pada umumnya memiliki cara berpikir yang teratur dan baik dalam mengerjakan sesuatu maupun dalam memecahkan masalah.
Kecerdasan logis-matematis terlihat dari ketertarikan anak mengolah hal-hal yang berhubungan dengan matematika dan peristiwa ilmiah. Bedanya dengan kecerdasan lain, kecerdasan ini mempunyai suatu komponen khas, yaitu sebagai kepekaan dan kemampuan untuk membedakan pola logika atau numerik dan kemampuan menangani rangkaian penalaran yang panjang. Contoh, anak usia 2-4 tahun senang sekali menghitung-hitung benda-benda sekelilingnya. Karenanya, lingkungan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menstimulasi. Misalnya, ajak mereka untuk menghitung bersama jumlah kuntum bunga yang ada di halaman rumah.
Individu dengan kecerdasan matematika dan logika yang berkembang adalah orang yang mampu memecahkan masalah, mampu memikirkan, dan menyusun solusi dengan urutan yang logis. Mereka suka angka, urutan, logika dan keteraturan.
Kecerdasan yang mencakup kemampuan meneliti pola-pola. Kategori-kategori dan korelasi-korelasi dengan cara memanipulasi simbul-simbul dan mencobanya secara teratur dan terkendali. Kecerdasan ini menuntut kemampuan menangani bilangan dan perhitungan. Mencari hubungan matematika dan logika yang bermuara pada ketetapan hukum dasar. Hukum dasar bekerja bagaimana argumentasi disusun, bukti dan syarat dinyatakan dan kesimpulan dibuat. Anak yang dominan pada kecerdasan ini sudah tertarik dengan bilangan dan pola sejak usia dini. Mereka menikmati berhitung. Kesadaran dan konsep waktu amat tinggi. Kecenderungan belajar secara induktif dan deduktif menjadi acuan utama. Segala sesuatu akan dilogika. Dari logika akan timbul pemikiran ilmiah. Maka jika ada siswa yang masih sangat muda sudah hobi berpikir dengan format pola pantas ditengarahi dia menonjol di kecerdasan ini. Memberdayakan kecerdasan anak pada komponen ini; melatih mengambil keputusan dengan deduktif-induktif, memfasilitasi percobaan, membiasakan menghitung, dan membuat simulasi yang relevan. Latihan rutin pengambilan keputusan dan memperhitungkan untung rugi bisa dimulai sejak dini. Konsep positif dan negatif dalam hitung-hitungan yang selama ini sebagai aksioma bisa dijelaskan secara detail.
B.     Keterkaitan Bakat Numerik Dengan Pretasi Belajar Fisika SMA
Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik seperti mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah bakat. Perwujudan nyata dari bakat dan kemampuan adalah prestasi (Utami Munandar 1992), karena bakat dan kemampuan sangat menentukan prestasi seseorang. Orang yang memiliki bakat fisika diprediksi mampu mencapai prestsi yang menonjol dalam bidang fisika.
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu”. Kartono (1995:2) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.” Menurut Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan “bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.”
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik.
Bakat khusus yang memperoleh kesempatan maksimal dan dikembangkan sejak dini serta didukung oleh fasilitas dan motivasi yang tinggi, akan dapat terealisai dalam bentuk prestasi unggul. Contoh konkret bakat yang tidak memperoleh kesempatan maksimal untuk berkembang adalah hasi penelitian yaumil agoes akhir (1999) yang menemukan bahwa sekitar 22% siswa SD dan SLTP menjadi anak yang Underachiever. 
Artinya, prestsi belajar yang mereka peroleh berada dibawah potensi atau bakat intelektual yang sesungguhnya mereka miliki. Bakat memang sangat menentukan prestasi seseorang, tetapi sejauh mana itu akan terwujud menghasilkan suatu prestasi, masih banyak variabel yang menentukan.

Peranan Intelegensi, IQ dan EQ dalam meningkatkan prestasi belajar siswa


PERANAN INTELEGENSI, IQ DAN EQ DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang pesat menimbulkan persaingan yang ketat diberbagai bidang. Dengan adanya persaingan yang pesat maka setiap bangsa khususnya bangsa Indonesia dituntut mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas, karena dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka negara Indonesia dapat bersaing dengan negara lain. Sumber daya manusia yang ada di Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara maju lainnya. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia disebabkan karena banyak masyarakat yang tidak peduli dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan tingkat pendidikan masyarakat masih dibawah rata-rata. Tingkat pendidikan yang dibawah rata-rata membuat masyarakat menjadi bodoh, hal ini menyebabkan kemiskinan dan mudah diperdaya oleh negara maju. Orang yakin salah satu cara untuk menekan tingkat kemiskinan dan tidak mudah terpedaya oleh negara maju dengan cara menambah populasi yang bersekolah dan terdidik.

Cara untuk menambah populasi yang bersekolah dan terdidik sehingga mendapat kualitas yang baik salah satunya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan masyarakat Indonesia akan terpuruk dalam lingkaran kebodohan. Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang termuat dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut maka dibutuhkan sumber daya manusia yang cerdas. Kecerdasan setiap orang berbeda-beda, ada yang cepat memahami apa yang dipelajari dan ada juga yang lamban dalam memahami apa yang dipelajari. Kecerdasan setiap orang dapat dilihat dari hasil yang dicapai atau biasa disebut dengan prestasi.

Menurut Syarful Bahri Djamarah (1994:19) Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi dibedakan menjadi dua macam yaitu prestasi akademik dan prestasi non akademik. Prestasi akademik dapat dilihat dari nilai raport sedang prestasi non akademik dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Prestasi belajar setiap orang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat intelegensi, IQ, EQ dan fasilitas belajar. Tingkat intelegensi setiap orang tidak sama, karena tingkat intelegensi merupakan faktor bawaan atau dasar yang dimiliki seseorang yang ikut menentukan berhasil tidaknya dalam belajar.

Hasil dari intelegensi setiap orang khususnya siswa dapat diperoleh dengan cara mengukur intelegensi atau biasa disebut dengan tes IQ. Dalam pengukuran ini harus dibantu oleh tenaga ahli psikologi. Kemampuan anak untuk berprestasi tinggi disekolah tidak hanya ditentukan oleh potensi intelegensi yang mereka miliki tetapi juga oleh berbagai hal seperti kecerdasan emosional (EQ). Bunda Lucy (2010:53) “Kecerdasan emosi adalah bagaimana seseorang menguasai emosi dan memanfaatkannya dengan optimal sehingga akan mengakibatkan peningkatan dalam hal kecerdasan kognitif (IQ)”. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.

Dengan memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang tinggi maka dapat dipastikan prestasi belajar yang diraih oleh peserta didik akan lebih optimal dari siswa yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang rendah, sehingga dari uraian di atas penulis mencoba untuk membuat makalah tentang “Peranan Intelegensi, IQ dan EQ dalam meningkatkan prestasi belajar siswa”.

a) Inteligensi dan IQ

1) Inteligensi

Kemampuan intelektual merupakan ekspresi dari apa yang disebut intelegensi dan kepada kemampuan intelek ini juga kita bersandar dalam menguasai dan memperlakukan perubahan kebudayaan serta pembaruan teknologi ini di masyarakat. Menurut Carttel (Conny Semiawan, 2010:11) intelegensi adalah sebagai hasil perkembangan semua fungsi otak manusia.

Pengembangan intelegensi sebagai kombinasi sifat-sifat manusia yang mencakup kemampuan untuk pemahaman terhadap hubungan yang kompleks, semua proses yang terlibat dalam berpikir abstrak, kemampuan penyesuaian dalam pemecahan masalah dan kemampuan untuk memperoleh kemampuan baru. Ini berarti manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk meningkatkan diri sendiri, dengan menggunakan kemampuannya seoptimal mungkin dalam struktur yang dimilikinya.

Sejalan dengan hal di atas, David Wechsler (Bunda Lucy, 2010:51) mengemukakan bahwa inteligensi adalah “Kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif”. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan yang dibawa oleh individu sejak lahir dan dapat dipergunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan cepat dan tepat. Karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.

Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Ki Fudyartanta (2004:26) bahwa “Hakikat kecerdasan adalah kecakapan atau kemampuan umum manusia dalam mengerjakan tugas hidupnya”. Manusia dilahirkan dengan kemampuan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga untuk mengasah kemampuan harus sesuai dengan potensi yang dimiliki agar dapat meraih prestasi yang optimal.

2) Kecerdasan Intelektual (IQ)

Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan (Bunda Lucy, 2010:51). Semakin tinggi hasil tes yang didapat oleh seseorang maka semakin tinggi pula taraf kecerdasan intelektual yang dimilikinya.

Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya berkaitan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Inti kecerdasan intelektual ialah aktivitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.

IQ tinggi ditandai dengan ingatan yang kuat (As’adi Muhammad, 2010:51). IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak. Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :

Usia Mental Anak

x 100 = IQ

Usia Sesungguhnya

Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah mempunyai kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.

Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :

TINGKAT KECERDASAN

IQ

Genius

Di atas 140

Sangat Super

120 – 140

Super

110 – 120

Normal

90 -110

Bodoh

80 – 90

Perbatasan

70 – 80

Moron / Dungu

50 – 70

Imbecile

25-50

Idiot

0 – 25

b) Emotional Quotient (EQ)

1. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia (Prawitasari,1995)

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : Fear (ketakutan), Rage (kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu:

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

h. Malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam The Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tidak terkendali, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).

Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

2. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer (Shapiro, 1998:8) mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :

Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu-membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2002 :52).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain”. Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2002 : 53).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Goleman, 2000:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

3. Faktor Kecerdasan Emosional

Salovey (Golemen, 2002:58-59) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :

a. Mengenali Emosi

Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 64) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002: 77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman, 2002 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002 : 172). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002:59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002 :59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.


A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.

2. Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Tes IQ memang dapat memprediksi suatu kemungkinan prestasi seseorang murid dalam lingkup sekolah formal.

3. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

B. Saran

Dalam belajar haruslah diperhatikan faktor yang mempebaruhi siswa dalam memperoleh dan mengingat pengetahuan. Oleh sebab itu, guru haruslah memperhatikan hal tersebut dalam melakukan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan hal tersebut pengetahuan yang diberikan oleh guru akan menjadi ingatan yang setia dalam memori siswa.

DAFTAR PUSTAKA

As’adi Muhammad. (2010). Deteksi Bakat & Minat Anak Sejak Dini. Jogjakarta: Garailmu.

Bunda, Lucy. (2010). Mendidik Sesuai Dengan Minat & Bakat Anak. Jakarta Selatan: PT. Tangga Pustaka.

Conny, Semiawan. (2010). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo

Ki Fudyartanta. (2004). Tes Bakat dan Perskalaan Kecerdasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syaifudin, Bahru Djamarah. (1994). Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

http://books.google.co.id/books?id=fYLEGIKrtNYC&printsec=frontcover&dq=KECERDASAN+EMOSIONAL&hl=id&ei=cpo1TaWvGtTCcZK88fUH&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCMQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false

http://www.diskusiskripsi.com/2010/04/konsep-kecerdasan-emosi-daniel-goleman.html